Sudah
menepinya ?
Mungkin
pertanyaan itu yang muncul sejak beberapa lama halaman ini tidak terisi dengan
riweh riuhnya pikiran hati. Haiii bagaiaman hidup kalian, selamat datang di
tahun yang baru seperti tahun-tahun yang berlalu. Meminta dan berharap tahun
ini akan tenang dan baik-baik saja, namun tahun ini aku tidak meminta itu.
Bukan karna lelah dengan harapan bukan juga kecewa dengan kenyataan, namun
lebih ke berpasrah apapun yang akan terjadi aku bisa melewati. Ada kata-kata
yang baik untuk memulai tahun ini “A glowing woman can help other woman glow
and skill be it”. Sepertinya itu adalah sebuah tujuanku untuk tahun ini.
Ucapan
maaf untuk tubuhku yang selalu aku paksa untuk baik-baik saja, yang selalu aku
paksa untuk tersenyum dan membahagiakan
orang sekitar. Namun lupa membahagiakan diri sendiri, untukku sekarang, lakukan
apa yang membuatmu tenang lakukan apa kata hati dan fikiran mu. Sudah, itu lebih
dari cukup.
Tahun
ini permintaan maaf untuk orang-orang disekelilingku yang sungguh tanpa sengaja
aku telah melukaimu, omong kosong jika hati tak kecewa. Sedang aku pelaku utama
sering berteriak dalam hati tentang sesaknya jiwa. Hari-hari akan tetap
berlalu, entah seberapa sakitnya hidup. Sapa yang perduli tentang diri? kalau
bukan diri ini sendiri. Lucu kan, aku yang menyebabkan luka namun kamu sendiri
yang berdiri dan menyembuhkan pedihnya luka.
Maaf,
Ucapan
yang sering aku sepelekan, “itu hanya sebuah kalimat” ucapan meraka yang
tersakiti. Tidak apa-apa aku tau betul bagiama rasanya hancur dan hadirnya maaf
tak akan berarti bagi mereka yang masih merasakan perihnya luka baru. Hanya
saja kalimat itu lah yang bisa terucap di bibir, sedang dalam hati menggunung
sebuah penjelasan yang aku tau betul itu tak ada arti.
Pesan
untuk diriku,
Percaya
kepada allah ketika segala sesuatu tidak berjalan seperti yang kamu inginkan.
Allah telah merencanakan sesuatu yang baik untukmu.
Dan,
Jangan
pernah menyalahkan siapapun tentang pilihan yang sudah engkau ambil, karena
pada hakikatnya, kitapun memiliki hak untuk diri kita sendiri. Setelah kita
mengatakan iya/tidak, kita sendiri yang harus menerima resikonya.
Tidak apa-apa salah pilih, tidak apa-apa juga kecewa. Tanpa adanya itu semua kita tidak akan merasa bahagia dengan pilihan kita. Mereka menyalahkan, “tu kan” seharusnya kemarin kamu bilang "iya", begitulah memang mereka hanya padai berkomentar. Bukankah itu adalah pilihan hati yang jelas-jelas sebuah petunjuk yang secara tidak sengaja Sang Maha Kuasa yang memberi, masih menyalahkan apa yang sudah terjadi? Bukankah baik buruknya yang sudah terjadi adalah pelajaran yang berarti.
Lalu masih ingin menepi ?
Menepi memang pilihan terbaik untuk kita yang tak tau arah, jika sudah tau akan kemana, lanjut lagi yuk :)
Ada Pelangi Indah Sedang Menanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar